Rabu, 01 Juli 2009

Violet

  Di pojok sana, tepatnya bangku di bawah pohon beringin halaman sekolah. Masih aku lihat kau sedang bercanda dengan murid lainnya. Ah...naluriku turut senang jika melihat senyum itu mengembang di bibirmu. Andai saja jika senyum itu untukku.Andaikan kau tahu, bahwa aku merindukan saat-saat seperti itu... Disaat kita masih akrab sebagai sahabat. Bagaikan bulan dan bintang yang bercanda di tirai langit malam,tapi kini sudah musnah diterpa sinar sang surya cakrawala.
            Tak bisa kupungkiri teman…Aku masih memaku memperhatikanmu dari jauh. Kubiarkan saja bulir-bulir bening berjatuhan dari mataku, ah...
                                                                                *****
            “Maaf, Kevin... aku tak bisa lagi berteman denganmu.” Kau berkata gugup sambil menunduk kaku.
            “Kenapa, Yan? Apa aku ada berbuat salah denganmu?” Aku memprotes ucapannya.
            “Bu...Bukan begitu...Aku cuma tak ingin jadi bahan olokan teman-teman saja. Aku tak ingin di permalukan!” Aku tersentak. Ingin menangis rasanya jika aku tidak keburu sadar bahwa aku ini laki-laki.
            “Tapi aku tak seperti yang mereka katakan, Yan. Mereka pembohong! Semuanya fitnah!”
Aku mengelak. Kutahan air mata yang berebut ingin keluar menelusuri pipiku yang putih mulus ini.
            “Mungkin mereka mau menghancurkan persahabatan kita, Yan. Asal kau tahu saja.. Aku ini normal!”
            Mataku makin memerah. Kubiarkan saja air mataku mengalir perlahan. Kulihat sosok di depanku ini terpaku menunduk. Entah ia terenyuh atau tidak.Ya, ia satu-satunya orang yang mengerti akan keadaanku selama ini.Satu-satunya orang yang bisa menganggapku sebagai teman. Tapi sekarang...
            “Maaf...” Akhirnya terlontar juga suara dari mulut kau..
            Hening.
“A...aku tak bermaksud menyakiti hatimu, Vin.” Ucap kau lagi.
            “Terus mengapa kau akhir-akhir ini selalu menjauh dariku,Yan? Apa kau tak ingin bersahabat denganku lagi? Jangan sampai persahabatan kita pecah. Aku mohon...jawab Yan!?”
            Suaraku makin meninggi. Air mataku makin menjadi-jadi. Aku tak tahu lagi, masih bisakah persahabat ini terselamatkan.
             “Sorry,Kevin...aku tak terlalu yakin jika yang dikatakan teman-teman tentangmu itu benar. Tapi yang jelas,aku tak ingin dipermalukan! Ma’afkan jika selama kita berteman aku banyak berbuat salah.Selamat tinggal....”
            Lirih kau berucap.Seakan menggores luka di hatiku.Perih.Beginikah keputusan yang t’lah kau ambil,Yan? Sungguh,terlalu sakit bagiku.Hatiku bagai ditusuk sejuta sembilu.
            Sekarang sosok itu melangkah menjauh meninggalkanku yang berdiri sendiri.Terpaku tanpa suara.Air mataku terus saja mengalir,malah semakin deras.Kuseka air mataku dengan sapu tangan ungu yang selalu tersedia di saku celanaku.
            Ini semua pasti ada sangkut pautnya dengan si Dihar, gumamku.Dihar bangsat! Isakku tak bisa ditahan.Tangisku kembali pecah.
                                                                                    *****
            Entah kenapa aku dilahirkan dengan fisik yang tak sama dengan laki-laki pada umumnya. Perilaku cenderung kewanitaan dan tubuh gemulai.Kulitku putih, bahkan bisa dibilang sangat putih.Begiu pula dengan wajahku. Saking mulusnya sampai-sampai satu jerawat pun enggan menodai. Dilengkapi dengan sepasang mata yang bening dan sipit seperti orang China, karena memang ibuku mempunyai silsilah dari negeri tirai bambu itu.
            Aku sangat sering ditaksir cewek-cewek di sekolah. Bahkan sebagian berani menembak aku secara terang-terangan. Ironisnya tak ada satu cewek pun yang aku terima. Semuanya kutolak secara halus dengan alasan aku belum siap pacaran.Padahal bukannya aku tidak siap pacaran, melainkan aku selalu teringat pesan ibuku. Katanya sebagai orang yang ta’at beragama tidak boleh pacaran. Sebaiknya menikah dulu baru pacaran.Ya,aku tak pernah lupa dengan pesan ibu yang satu ini. Mungkin aku tergolong anak yang berbakti pada orang tua.
            Tapi semua kelebihan yang kumiliki sungguh sangat menyiksa batinku. Aku dibilang orang mirip cewek. Di mata mereka aku sangat kemayu. Bahkan yang lebih parahnya lagi aku dibilang tidak normal! Perihal ini dikuatkan karena persahabatanku dengan Ryan. Mungkin mereka bertanya-tanya, kenapa aku cuma mau berteman dengan Ryan saja? Kuyakini, karena cuma dialah satu-satunya murid di SMA ini yang mengerti akan keadaanku.Satu-satunya orang yang bisa menerimaku sebagai teman.
            Tapi kenyataannya? Aku sangat tertekan. Tersiksa malah.Andai orang tuaku tahu bagaimana nasib anak semata wayangnya menderita. Tidak! Aku tak akan pernah mengadu pada mereka sekali pun.Aku tak mau dicap sebagai anak yang cengeng,yang hidupnya selalu bergantung pada orang tua.
            Namun,pantaskah aku menyalahkan Sang Pencipta karena telah memberikan karunia terhebat-Nya untukku,meskipun dipandang miring oleh orang banyak? Padahal aku cuma mau meyakinkan pada mereka,bahwa aku tidak seperti yang mereka katakan. Ya Allah... Tolong katakan pada mereka, aku laki-laki yang sah. AKU LELAKI NORMAL!!!
            Di kelas aku duduk di pojok paling belakang. Sendiri. Semuanya telah menjauh dariku. Tak seperti dulu, ada Ryan yang menemani di sampingku. Kini dia pindah kebangku lain sejak kejadian itu. Sekarang tak ada lagi yang mau menyapa maupun bicara denganku. Bahkan untuk sekedar menanyakan pelajaran pun, jangan berharap.Sumpah, dikelas ini bagai neraka bagiku. Terasa jenuh dan membosankan!
            Walaupun aku selalu merasa bahwa aku memiliki jiwa cenderung kewanitaan. Entah darimana datangnya sifat itu. Tapi sumpah! Aku tertekan, tersiksa, bahkan yang lebih parahnya lagi aku dikucilkan! Aku paling benci jika aku sedang lewat di hadapan teman-teman di kantin, di lapangan, maupun di koridor lorong sekolah. Mereka selalu berbisik tidak karuan, setelah itu mereka tertawa cekikikan sambil sesekali menoleh kepadaku dengan pandangan yang aneh. Tentu saja aku lewat dengan tergesa-gesa sambil menunduk malu. Puas kalian mempermalukanku?
                                                                                  *****
            “Ryan Effendi.”
            Kau maju ke atas panggung saat namamu dipanggil Pak Kepsek di acara kenaikan kelas. Ya,tahun ini kau kembali meraih prestasi juara kelas. Sungguh, aku sangat beruntung bisa berteman dengan orang sehebat kamu, Yan. Semua mata di Auditorium ini tertuju padamu, tak terkecuali aku.
            Saat kau menerima penghargaan yang diserahkan oleh Bu Ima, kau sekilas menoleh kepadaku yang duduk di bangku pojok belakang. Ah, aku jadi salah tingkah. Kucoba untuk tersenyum manis kepadamu, walaupun dihatiku sangat berbunga-bunga dikala kau sempat menoleh kepadaku. Tapi... Kau tidak membalas senyumku. Sama sekali tak menggubris, malah langsung membuang muka. Aku kecewa,Yan...Aku kecewa.
            Itu kejadian satu jam yang lalu. Sekarang kulihat kau sedang santai di kantin bersama Dihar dan kawan-kawannya. Kalian sesekali tertawa,entah apakah yang kau bicarakan dengan mereka.Namun, nampak jelas dari wajahmu menyiratkan kau sangat bahagia hari ini.Tentu saja,kau barusan meraih prestasi juara kelas berturut-turut.
            Kuberanikan diri untuk menyapamu. Dibenakku hanya ingin mengucapkan selamat kepadamu atas prestasi yang baru kau raih, itu saja.Serta mengobati kerinduan karena sudah tiga hari ini kita tak bertegur sapa.
            Aku melangkah perlahan menuju tempat duduk kalian.Tentu saja dengan senyum manis yang selalu menjadi cirri khasku.
            "Ryan..." Panggilku pelan.
            Sesaat kau menoleh kepadaku. Begitu juga Dihar dan ketiga temannya.Tampak di wajahmu ada goresan tak bersahabat. Kulihat wajah Dihar menandakan tidak begitu senang atas kehadiranku secara tiba-tiba.
            "Selamat,yah..."
            Kata itu terlontar dari mulutku dengan perlahan.Aku segera menjauh dari tempat duduk kalian berkumpul.Biarlah kau tak menjawab atas sapaanku tadi.Toh,yang penting aku sudah menyampaikan kata "selamat" kepadamu.Tapi hanya beberapa langkah aku menjauh,terdengar Dihar mengoceh kejelekanku.Sungguh terasa sakit bila mendengarnya.
            "Eh,Yan! Loe masih saja ya berteman dengan orang yang nggak normal seperti dia?!"
            Aku menoleh repleks.Tentu saja aku kaget dan marah.Kulihat ketiga temannya Dihar tertawa cekikikan.Sedangkan kau Yan,cuma diam saja.Tanpa ekspresi.
            "Ingat Yan....Dia itu nggak normal. Dia itu Gay!!! Lebih baik kau jauhi dia sejauh mungkin."
            Telingaku panas mendengar ocehan Dihar barusan. Kupalingkan langkahku dan bergegas menuju ke arah mereka.Aku selalu tak tahan bila difitnah dan diperolok berlebihan.Mataku mulai memerah.
            Braakk…!!!    
            "Dihar! Tanganku menghantam meja tepat di hadapannya.Dihar sedikit kaget, tapi dengan cepat ia menyembunyikan rasa kagetnya.Berusaha untuk santai menguasai keadaan.
            "Heh,berani juga nih cewek ! Nantengin gue,loe?!" Dihar meledekku.
            "Camkan baik-baik,Har! Aku ini tak seperti yang kau kira.Aku laki-laki normal.Dan    aku bukan gay !"
            "Heh,loe yakin ?! Buktinya loe selalu nolak bila ditembak cewek.Apa itu bisa dikatakan normal ?!"
            "Bukannya aku nolak.Tapi aku cuma ingat pesan ibuku saja, kalau aku tak boleh pacaran..."
            "Alaaahh...dasar anak mami ! Bilang aja loe sukanya cuma ame cowok. Buktinya,Ryan aja loe taksir.Apa nggak aneh,tuh ?! Hahaha…"
            "Apa ?! Kamu brengsek Dihar! Gara-gara kau Ryan tak mau lagi beteman denganku.Dasar bajingan !"
            Diriku mengebu-ngebu.Jika saja aku tidak ingat Tuhan,hendak kubunuh saja Dihar brengsek ini.Kuseka air mataku yang sudah bercucuran dari tadi.
            "Hey! Lihat,lihat si bencong nangis.Emangnya loe kira ini tempat apa,hah ?! Udah,sana...sana...pergi! Muak gue ngeliat muka loe !"
            "Bangsat..." Gumamku.Aku tetap berdiri memaku di tempat.
            "Heh,loe punya telinga apa ? Gue bilang pergi,ya pergi ! Loe budeg ya ?!"
            Brugh...!!!
            Satu tamparan tepat sasaran mengenai pipi kananku.Aku terpelanting sejauh dua meter dari tempat duduk mereka.Agh...sumpah ! Sakit sekali rasanya.
            Aku masih duduk tersungkur sambil memegang pipi kananku yang lebam.Tentu saja sambil meringis kesakitan.Dihar masih berdiri memamerkan tangannya yang kekar sambil dikepal.Sambil dihiasi senyumnya yang sinis dengan ujung bibir yang mencuat ke atas.
            Kulihat ketiga temannya semakin ketawa keras mengolokku.Sedangkan kau,Yan...Kenapa kau tak membelaku,Yan ? Kenapa ?
            Semua mata di kantin kini cuma tertuju padaku.Tak ada perlawanan.Pada dasarnya aku memang takut berkelahi.Apa lagi bila berhadapan dengan si Dihar preman sekolah ini.Suasana hening sesaat.
            "Ngapain loe tetap di sini,hah ?! Gue hitung sampe tiga, kalau elo tetap di sini,jangan salahkan gue bila muka loe yang mulus itu hancur !!!"
            Semua orang di kantin kini menertawakanku. Kenapa aku selemah ini...? Padahal aku laki-laki! Aku berjalan gontai meninggalkan kantin sambil memegang pipi kananku yang masih berdenyut. Ku sempatkan menoleh kepadamu,Yan. Kau hanya memandang nanar kepadaku.Tidak lebih.
                                                                              *****
            Langit sore ini begitu gelap.Masih menyisakan gerimis di luar sana yang enggan untuk berhenti membasahi bumi.Kau letakkan seikat bunga kenanga di batu nisan yang berdiri kokoh di atas tempat terakhirku.
            Ya,sejak kejadian di kantin tempo lalu,aku absen di kelas.Bukan tanpa alasan aku tak hadir,melainkan penyakit sirosis hati yang kuidap sejak lahir kambuh lagi.Sudah stadium akhir.Sungguh hal yang sangat mengejutkan bagi orang tuaku, terutama ibuku.Aku masih ingat dikala ibuku tiap malam menangis tersedu-sedu.Memikirkan nasib putra semata wayangnya nyaris di ujung tanduk.Dan berusaha keras memperjuangkan nyawa anaknya agar bisa terselamatkan.Perih sekali.
            Dua minggu lamanya aku sekarat tak sadarkan diri.Begitu pula lamanya aku tidak masuk sekolah.Satu sekolah geger.Ryan, kaulah yang paling panik dan gelisah atas peristiwa yang menimpaku ini.Tapi herannya kenapa kau tak kunjung menjengukku,Yan ? Kenapa ? Padahal aku di sini mengharapkan kedatanganmu.Ugh,walaupun kau akhirnya datang,tapi sudah kunyatakan terlambat! Dunia kita sudah berbeda,Yan.Kau masih mempunyai masa depan,impian dan segenap cita.Sedangkan aku...Tuhan berkehendak lain.
            Kau masih berdiri di hadapan makamku dengan pandangan yang sulit untuk diartikan.Tiba-tiba satu bulir bening menetes tepat mengenai gundukan merah di atas pusaraku.Matamu berkaca-kaca,namun secepatnya kau menyekanya.Tapi aku dapat merasakan air mata penyesalan itu..
            "Ma'af..."
            Kau berkata lirih sambil sesenggukan.Cuma itu sajakah kata yang dapat kau lontarkan kepadaku,Yan ? Ah,aku tak mengerti maksud dari isi hatimu.
            Cukup sudah semua penderitaan yang kualami.Tapi aku tak tahu bagaimana dengan perasaanmu saat ini.Apakah penyesalan terus menikammu yang dirundung perasaan berdosa ? Ah…cuma kau yang bisa merenungkannya.Bagiku,sungguh penyesalan yang tiada berarti.
            Gerimis di luar sana berubah menjadi hujan yang sangat lebat.Mungkin dapat menjadi saksi bisu atas penyesalanmu saat ini,Yan.
             Penjara Suci,
            12 Desember 2008

Selasa, 30 Juni 2009

Kembang Laras


Kaki kecil itu terus melaju menelusuri deretan rumput tinggi yang semampai dengan pinggangnya.Napas yang menderu tak membuatnya semangat larinya surut.Jantungnya semakin berdegup kencang.Di benaknya Cuma ada satu,yaitu harus segera sampai di rumah.Rumput-rumput tinggi yang menghalangi langkahnya tak dihiraukan sama sekali.Sang surya mulai condong ke arah barat,pertanda senja akan datang.
                Perlahan-lahan teras rumahnya sudah mulai nampak.Dilihatnya sang ibu sedang menyapu di halaman rumah.Sesudah tibanya ia di depan rumah diaturnya dulu napasnya yang tak karuan,hingga ia luapkan semua perasaanya.
                “Ibu...!!!” Sejenak ia menunggu sang ibu menggubris panggilannya.
                “Haah..hah...Bapak,Bu...”
*****
                “Ibu,Laras pergi sekarang...”
                Lastri tertegun dengan ucapan yang baru saja terlontar dari mulut Laras,putri semata wayangnya.Ada perasaan kaget bercampur keheranan yang terselubuk dalam benaknya.
                “Jangan,Nduk! Masih terlalu pagi,lagian...”
“Harus sekarang,Bu! Laras nggak tahan lagi melihat Ibu menderita.Setiap hari Ibu menangis Cuma karena memikirkan nasib Bapak.Sudah sebulan Bapak tak pulang-pulang.Katanya narik angkot,tapi tadi malam Bang Karjo bilang semalam melihat Bapak di pasar desa sebelah jadi copet,dikejar-kejar orang tapi lolos,terus..”
“Cukup Laras!!!” Suara Lastri tiba-tiba mengejutan anaknya.
“Kamu tak semestinya berkata kasar begitu.Bagaimanapun juga dia bapak kandungmu.Kamu tak boleh berprasangka buruk seperti itu!”
“Ma’af,Bu...” Suara Laras melemah.ada perasaan menyesal dalam benaknya karena telah berkata lancang pada ibunya.
“Laras janji akan membawa Bapak pulang.Kita akan hidup bersama lagi.Pegang janji Laras,Bu.”
“Tapi kamu masih kecil,Nduk.Kamu anak perempuan.Tak boleh pergi jauh-jauh dari rumah.apalagi sendirian begini.percayalah ada Ibu,Bapak akan segera pulang secepatnya,percayalah!”
“Tak apa-apa,Bu.laras sudah besar.Laras tida mau lagi melihat Ibu bersedih.Laras akan kembali seelum matahari tenggelam,tentunya dengan membawa Bapak.Laras Pergi yah,Bu.Assalamualaikum...
Belum sempat Lastri menjawab,anaknya sudah nyelonong pergi.Ia terkesiap.Hatinya terasa ngilu.Dengan napas tercekat,dikejarnya Laras dengan langkah tertatih-tatih dan air mata yang yang sudah menganak sungai di pipinya.
“Laras! Dengar kata Ibu...Gosip itu bohong!!” Ucap Lastri serak.
Laras tak menggubris.
Lastri terus mengejar anaknya.Ia menjerit kecil,kakinya yang cacat sebelah ini nampaknya tak mampu bertahan lebih lama.Laras tak tega melihat ibunya kelelahan berlari.Hingga ia  hampiri Ibunya dengan tangisan yang mengharu biru,demikian juga dengan Lastri.Mereka berpelukan.
“Bu...Laras nggak rela dengan fitnah merek semua,Bu!” Laras tersungkur pilu.
“Dengar kata Ibu sayang...Bapak nggak seburuk itu.Bapakmu...” Terhenti dalam sedu sedan.
“Kamu jangan pergi.Ibu mohon...”
Laras menggeleng.Ia seka air mata ibunya.Dengan nada getir terucap apa yang telah lama terpendam dalam hatinya.
“Bu,Laras kangen Bapak...Laras pingin sekali melihat Bapak...” Laras terisak.
Lastri terpana dengan apa yang baru saja ia dengar dari mulut anaknya.Sehingga dengan berat hati ia relakan anaknya pergi dengan guyuran air mata dan hati yang terasa sakit teramat sangat.
*****
Anak yang ia namai Kembang Laras ini masih berumur tiga belas tahun.Kendati demikian,Laras sangat berbeda dengan anak-anak sebayanya.Laras sangat pemberani dan terlihat sedikit lebih dewasa.Sangat berbeda dengan anak-anak lainnya yang lebih suka bermain.
Darman,suami yang ia sayangi.Orang yang paling ia cintai di dunia ini.Hilang entah ke mana.Sudah hampir sebulan suaminya tak pulang.Lastri tidak tahu harus berbuat apa.Tiap hari ia menangis memikirkan nasib suaminya.
Krisis ekonomi yang melanda semakin menyusahkan dirinya dan Laras.Hutang semakin menumpuk.Uph dari mencuci pakaian tidak akan memadai kebutuhan pokoknya.Sekarang sudah semakin jarang tetangga memperkerjakan dirinya sebagai buruh cuci.Karena sekarang sudah banyak yang memakai fasilitas yang lebih moderen.
Lastri tidak percaya bahwa si Karjo mengatakan suaminya adalah seorang copet.Tidak sama sekali! Ia sangat marah dengan pernyataan ini.Tapi tiga hari yang lalu Pak Lurah juga pernah bilang kepadanya,bahwa beliau pernah melihat suaminya mengambil dompet seorang ibu-ibu.Tidak! Itu tidak mungkin! Lastri membatin kesal.Ingin ia hancurkan dunia serta isinya ini kalau suaminya dikatakan seburuk itu.Semoga,Laras bisa membuktikan semuanya,bahwa suaminya bukan orang jahat.

Matahari sudah semakin meninggi.Bahkan sudah menandakan tibanya sore.Di pasar perbelanjaan dekat terminal ini,Laras tetap bersikukuh mencari bapaknya.Sudah berjam-jam ia cari.Tapi hasilnya nihil.Bapaknya tidak ia temukan juga.Bahkan seluruh pasar sudah ia telusuri.Terminal dan pangkalan angkot pun tak luput dari pencarianya,siapa tahu ada bapaknya yang jadi supir angkot.Tapi semua supir angkot yang ia temui bukanlah bapaknya.
Laras sudah hampir putus asa.Ia berdiri mematung di depan warung samping terminal.Rasa dahaga dan lapar sudah menyerang perutnya dari tadi.Disaat kebingungan itu,tiba-tiba ada yang menubruknya dari belakang.
“Aduh...!” Laras menjerit kaget.Terlihat orang yang menubruknya tadi sudah berlari terpingkal meninggalkannya.
“Maling...maling..!!!” Terlihat banyak orang yang berlari mengejar orang tadi.
“Kejar malingnya!” Orang-orang semakin banyak yang ikut berlarian mengejar.bahkan para sopir angkot juga turut serta.
Laras terpaku menyaksikan pemandangan yang belum pernah dilihatnya seumur hidup itu.Ia kenali betul orang yang dikejar itu dari jauh.Tiba-tiba hatinya terasa sesak.Ternyata...Bapak! Orang itu memang bapak! Batin Laras terasa gemuruh.Ia rasakan sekujur tubuhnya seperti disambar petir.
“Tidak mungkin...Itu pasti bukan Bapak.Aku harus memastikannya!”
Laras berlari gesit mengikuti orang-orang yag tengah mengejar maling itu.Bagaimana pun juga ia harus memastikan baha orang itu bukan bapaknya.
Ternyata si maling keliru mengambil arah jalan.Ia terjebak di gang buntu.Langkahnya terhenti.Keringat dingin terlihat telah membasahi sekujur tubuhnya.
“Tolong ampuni saya...Saya khilap...” Ucapnya lirih.
Para kerumunan masa sudah membludak ingin melampiaskan kesesalan pada maling itu.Mata mereka seperti binatang buas yang siap memangsa hasil buruannya.Terlihat si maling makin ketakutan.
“Hajar dia!!!” Teriak salah seorang dari mereka.
“Ayo sikat! Dasar maleng,mbendino nyolong.Tapi gordino iki koe kecekel!” Teriak yang lain tak mau kalah.
Tak ayal,mereka membabi buta mengoroyok maling itu.Si maling Cuma bisa berteriak aduh dan meringis kesakitan.Sementara Laras mencoba melihat lebih jelas siapa gerangan yang tengah dipukuli kerumunan masa itu.Ternyata memang bapaknya! Laras sangat terkejut.
“Tolong jangan sakiti dia! Dia Bapakku....” Laras mencoba membela.
“Tolong...tolong kasihani dia!!!”
Laras mulai berontak dan berteriak keras.Tapi teriakannya sedikit pun tak direspon oleh mereka.Laras mencoba ikut bergerumul di tengah kerumunan guna menyelamatkan bapaknya,tapi tidak mungkin dengan tenaga dan badannya yang sekecil ini.Laras mulai menangis.
“Bapak...! bapak...! Ini Laras anak Bapak!!!” Laras berteriak sekuat tenaga.Tapi suaranya seperti ditelan bumi,tak kedengaran sedikit jua pun.Nyali Laras ciut.Ia tak mungkin dapat menyelamatkan bapaknya sendirian.Ia harus meminta tolong kepada seseorang.
*****
Lastri terpana melihat anaknya yang baru datang dengan pakaian kusut dan napas yang tak beraturan.Diletakkannya gagang sapu yang dari tadi dipegangnya.Dengan tergopoh-gopoh dihampirinya putri semata wayangnya yang terlihat seperti meminta pengharapan darinya.
“Ada apa dengan Bapakmu,Nduk?” Lastri berkata lirih.
‘Bu...kita harus pergi menolong Bapak sekarang juga.Bapak digebukin orang!”
Deg.Jantung Lastri terasa terhenti.Ia sudah menduga bakalan begini nanti jadinya.Memang,siang tadi Lastri bertemu dengan si Karjo di warung Mbok Warni.Karjo lalu menceritakan perihal Darman suaminya yang dilihatnya mencopet di pasar perempatan terminal.Tapi Lastri Cuma diam tak menanggapi dan langsung pergi.Di rumah,Lastri menangis sejadi-jadinya.Ia tak terima kalau suaminya yang amat ia cintai itu dikatakan pencuri!
Dan sekarang,Laras buah hatinya telah mengungkapkan semuanya.Lastri mencoba untuk tegar.Ia tak tahu lagi harus bagaimanakah kehidupannya setelah ini.Apakah dunia bisa membuatnya bahagia seperti dulu,berkumpul bersama buah hati dan suami tercinta.Akankah semua kenangan manis itu akan terulang kembali? Entahlah...sepertinya Lastri harus menerima kenyataan pahit yang diberikan Tuhan kepadanya.Ya Gusti...kuatkanlah hambamu ini..
“Nduk,kita pergi sekarang.Kita temui Bapakmu...”
Banjarmasin,6 Maret 2010 (22.OO)
Mungkinkah pelangi itu t’lah lenyap ditelan kabut senja?

Jumat, 03 April 2009

Broken Heart


Pagi sudah mulai menampakkan cahayanya.Terik matahari terlihat menerawang di ufuk timur.Embun-embun bertaburan diatas dedaunan.Pagi nan indah.....

Aku adalah seorang santri Pondak Pesantren Al Falah Putera,yang terletak di kawasan Landasan Ulin Banjarbaru.Sudah hampir tujuh tahun aku bermukim di penjara suci ini.Hatiku bahagia karena....

"Hei Qais,ngapain kamu melamun saja?!Cepat kita sarapan,ntar nggak sempat lagi."Panggil temanku si Fahrizal.
"Iya...iya sebentar!"Kataku.

Yeah...aku bahagia karena aku baru saja mendapatkan nomor cewek dari temanku Arief.Katanya sih,dia cantik!Oh ya,habis makan nanti ku SMS dia saja.Batinku saat itu.

*****

Setelah makan aku langsung mengambil HP-ku untuk me-SMS cewek itu.

"Hai,boleh kenalan nggak?''Sesaat kemudian aku menunggu,lalu ada jawaban.
"Hmm...boleh.Tapi ini siapa ya?Dari mana kamu dapat nomorku?"
"Aku dapat nomormu dari temanku.Namaku Qais,atau nama lengkapnya Ahmad Zhariful Qais Martasaputra."
"Wow!panjang banget nama kamu.Kalau namaku Laila.Laila damayanti."

Lalu aku pun asyik bercengkrama dengan Laila lewat SMS.Ternyata dia duduk dikelas 1 Aliyah tepatnya di sekolah MAN 2 yang terletak di kawasan PAL 6.Lalu aku pun menjawab:
"Aku dduk dikelas 3 Aliyah di Pondok Pesantren Al Falah Banjarbaru."

*****

Satu bulan berlalu,aku pun punya kebiasaan baruyaitu bercengkrama dengan Laila lewat SMS.Memang aku tak pernah berbicara langsung dengannya lewat telepon,tapi kami asyik saja dengan cara SMS-an.Dan aku tahu bahwa Laila belum punya pacar.Sebab ia pernah mengatakan padaku bahwa dia masih jomblo.Ka'na itulah aku sering mengirim puisi cinta yang indah untuknya.

matamu bagaikan pelangi
bulir-bulir beningmu merasuk ke dalam sukma
cinta kasihmu takkan pernah sirna
wahai sang bidadari....
apakah kau mendengar ungkapan hatiku ?
yang mengirimkan salam cinta ini untukmu
ku harap kau mendengarnya !
walaupun cuma sebiji kata

"Wah...Qais!Kamu orangnya romantis banget ya."Aku pun juga senang mendengar komentar darinya.Hingga pada suatu hari,aku mengirim kata-kata yang sungguh tak terduga olehnya.

"Laila....sudah satu bulan aku mengenalmu.Meskipun aku tak pernah langsung melihat wajahmu,tapi aku yakin dari caramu berbicara lewat SMS,itu mencerminkan bahwa kamu sungguh cantik.Maka dari itu MAUKAH KAU JADI PACARKU?"Maaf...kalau ini akan membuatmu terkejut.Tapi...sungguh! aku takkan mengecewakanmu.Aku akan menjadi kekasih yang akan menyayangi dan mencintaimu,selamanya...."

Aku lalu menunggu balasan SMS darinya dengan perasaaan deg-degan.Kutunggu dan kutunggu,tapi tak ada jawaban darinya.Sepuluh menit,tiga puluh menit,aku mulai gelisah.Mungkin dia bingung untuk menjawab apa.Satu jam berlalu,dan kulihat HP-ku ada pesan baru yang masuk.Mungkin itu SMS darinya.Dan setelah kubuka...ya!Itu memang SMS darinya.Jantungku berdetak tak karuan.Aku khawatir bila ditolak olehnya.Lalu kuberanikan diri untuk membaca SMS darinya.

"Qais....setelah membaca SMS darimuaku bingung untuk menjawab apa.Memang dari kata-katamu maupun puisi-puisi cinta yang kau kirimkan padaku,itu mencerminkan dirimu sungguh romantis.Tapi aku yakin bahwa dirimu baik dan bisa menyayangiku apa adanya.Maka dari itu kujawab"IYA."Hatiku langsung berbunga-bunga saat itu.Sore itu juga temanku Arier dan Fahrizal kutraktir mereka kekantin.Mereka senang,aku pun juga senang sekaligus bahagia.

*****

Hari-hari yang kulalui semakin berwarna.aku semakin sayang dan perhatian sama Laila.Walaupun aku sering menanyakan hal-hal kecilyang mungkin cuma dianggap basa-basi.Seperti:"sayang,dah makan nggak?","met tidur..."atau"udah berangkat sekolah belum?"Itu semua adalah bentuk rasa perhatianku sama Laila.Aku pun juga nggak segan-segan mengirimkan pulsa untuknya,walaupun ia sering melarangnya.

"Sayang,kamu jangan gitu dong...aku masih ada uang kokuntuk membelipulsa.Kamu perhatiin keuangan kanu aja dulu.Kamu kan juga perlu untyuk uang saku dan biaya sekolahmu."Aku tersenyum membaca SMS darinya.Aku jadi tahu,bahwa Laila bukan cewek matre seperti cewek pada umumnya.

*****

Tidak terasa sudah dua bulan aku berpacaran dengan Laila.Aku jadi semakin tahu akan jiwa karakternya,waktu dia lagi manja ataupun saat dia lagi jutek.Tapi aku mulai gelisah,karena....AKU BELUM PERNAH MELIHAT WAJAHNYA.Aku mulai merenung dan berpikir keras.Hmm...dua bulan lagi kelulusan,aku kan sudah kelas tiga Aliyah.Ya!setelah kupukur-pikir hanya ada satu jalan.Aku harus ketemuan dengannya!Supaya aku bisa langsung melihat wajahnya,begitupun sebaliknya sdupaya dua bisa melihat wajahku juga.

Sore itujuga aku memberanikan diri untuk meneleponnya.Memang,aku tak pernah menelepon dia satu kali pun.Tapi aku ingin langsung bicara dengannya.
"Hallo...."
"Hallo,ini Laila kan?"
"Ya betul!Ini Qais ya?"
"Ya,ini aku Qais."
"Hah Qais?! Tumben kamu nelpon,biasanya kan lewat SMS."
"Benar,aku cuma ada yang ingin dibicarakan aja sama kamu."
"Emangnya apa yang pengen dibicarakan?Kayaknya serius banget deh..."
"Begini,kita kan sudah lama saling kenal,bahkan kita sudan jadian.Tapi,kita belum pernah bertemu dan bertatap muka.Bagaimana kalau kita ketemuan?Kebetulan aku ada jatah pulang bulanan dari sekolahku tanggal 4 April ini.Bagaimana kalau kita ketemuan saja hari itu?"
"Loh...ketemuan ya?Aku sih oke-oke aja.Tapi kan,kamu dua bulan lagi kelulusan.Apa ngga' abis kamu kelulusan aja kita ketemuan?Kan jadi ngga' ada kendala..."
"Laila...aku mggak sabar lagi pemgen melihat wajah kamu yang cantik itu.Kamu ngertiin keadaan aku juga dong...Kita ketemuan bulan April ini juga yah....Please!!!"
"Hmm...oke deh!Kalau iti keputusanmu.Nanti kita krtrmuan dimana?"
"Di terminal PAL 6.Habis zhuhur nanti aku langsung berangkat kesana."
"Oke!Di terminal PAL 6ya.Nanti aku tunggu kamu abis zhuhur.Aku pake' baju pink dan celana biru.Kamu jangan telat ya?!"
"Pasti!Aku akan datang tepat waktu.Dagh..sampai berjumpa nanti ya,say!"Klik.Pembicaraan kami pun berhenti.

Akhirnya aku akan melihat wajahnya juga.Wajah kekasihku.AH...aku nggak sabar lagi menunggu pulang bulanan.

*****
Hari yang ditunggu pun tiba.Yaitu hari Kamis tanggal 4 April.Sehabis shalat zuhur aku langsung pulang ke asrama.Habis itu aku ganti baju yang keren dan langsung berangkat ke PAL 6.Di dalam taksi aku membayangkan wajah Laila.Pasti sangat cantik.to be continued


Kesaksian Bisu

Suasana di kelas pada pagi hari ini begitu gaduh.Entah apa yang dikerjakan oleh para murid-murid di kelas ini.Ada yang sedang membuat majelis ngobrol sambil ketawa-ketiwi.Ada yang saling lempar lempar-melempar kertas.Ada yangsedang melamun,entah apakah yang sedang dipikirkannya.Juga tak sedikitnya para murid yang tidur menelungkup,khususnya yang duduk jejeran paling belakang.Padahal ustadz H.Harun sedang membacakan kitab di depan.

Aku ingin sekali menegur para murid itu.Tidakkah mereka berpikir,bahwasanya memperhatikan sang ustadz itu jauh lebih penting dari pada berkelakuan ngaur-ngidur yang tak ada gunanya sama sekali.

Tapi apa dayanya....aku tak mungkin dapat menegur mereka.Karena,aku hanyalah sebuah papan tulis yang terpajang di depan kelasyang tak dapat berkata apa-apa dan membisu.